Cikal bakal Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dibentuk pada tanggal 14 Juni 1954, bertepatan dengan ulang tahun Dr. Sudjono D. Pusponegoro dan Prof. Sutedjo. Sebagai ketua IDAI pertama (1954-1968) adalah Prof.Dr. Sudjono D. Pusponegoro dengan anggota pengurus Prof. M.D. Hidayat, Dr. Sutedjo, Dr. Te Bek Siang, Dr. Ismangoen, Dr. Kwari Satjadibrata, Dr. Kho Ling Keng, dan Dr. Jo Kian Tjaij.
Selanjutnya ketua IDAI adalah
IDAI berazaskan Pancasila, bertujuan ikut serta meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan anak, mengembangkan ilmu kesehatan anak, dan meningkatkan kesejahteraan anggota. Untuk mencapai tujuannya IDAI membantu pemerintah dalam membina dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan anak, berpartisipasi aktif dalam penelitian kesehatan anak dan kesejahteraan anak, memberikan pengarahan, pembinaan, dan melaksanakan pendidikan ilmu kesehatan anak, meningkatkan kemampuan profesi dokter spesialis anak, menjalin kerjasama dengan organisasi dokter spesialis anak regional dan internasional, organisasi kesehatan dan kesejahteraan anak lain, di samping mempersatukan, memperjuangkan dan memelihara kepentingan/ kedudukan dokter spesialis anak Indonesia.
Masa bakti Pengurus Pusat IDAI adalah selama 3 tahun, dengan sekretariat berkedudukan di ibukota Republik Indonesia. Anggota IDAI berkewajiban menjunjung tinggi dan mengamalkan sumpah dokter danKode Etik Kedokteran Indonesia, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IDAI, peraturan dan keputusan IDAI. Sampai KONIKA XII tahun 2002 di Nusa Dua, Bali, jumlah anggota IDAI yang terdaftar resmi sebanyak 1388 orang.
IDAI Cabang
Pada KONIKA X 1996 di Bukittinggi, tercatat IDAI mempunyai 1008 orang anggota yang tersebar di 12 IDAI cabang dengan masing-masing anggota yang terdaftar yaitu:
IDAI cabang dapat dibentuk di propinsi yang sedikitnya mempunyai sepuluh anggota tetapi pada setiap propinsi hanya boleh dibentuk satu IDAI cabang. IDAI cabang mulai dibentuk pada tahun 1971 di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ketua IDAI Cabang Jakarta yang pertama adalah Dr. L.A. Tamaela. Ketua pertama IDAI Cabang JawaTengah adalah Dr. Moeljono S. Trastotenojo, dan IDAI Cabang Jawa Timur dengan ketua yang pertama Prof. Kwari Satjadibrata.
Di luar Jawa, IDAI cabang yang pertama terbentuk adalah IDAI Cabang Sumatera (1972) yang berpusat di Medan, dengan ketua Dr. Sjarikat Tarigan. Selanjutnya pada tahun 1974 dibentuk IDAI Cabang Jawa Barat dan IDAI Cabang D.I. Yogyakarta. Sebagai Ketua IDAI Cabang Jawa Barat adalah Prof. Sugiri dan IDAI Cabang D.I. Yogyakarta diketuai oleh Dr. Ismangoen.
Untuk mempermudah koordinasi anggotanya, pada tahun 1978 IDAI Cabang Sumatera dibagi menjadi IDAI Cabang Sumatera Selatan dan Tengah (Sumselteng) serta IDAI Cabang Sumatera Utara. IDAI Cabang Sumselteng diketuai oleh Prof. Goepito, sedangkan IDAI Cabang Sumatera Utara tetap diketuai oleh Dr. Syarikat Tarigan.
Pada tahun 1979 dibentuk IDAI Cabang Sulawesi Selatan dengan ketua Dr. M. Farid, sedangkan IDAI Cabang Sulawesi Utara diresmikan pada tahun 1981 dengan Ketua Dr. J.M. Wantania.
Pada tahun 1984 IDAI Cabang Sumselteng dipisah menjadi IDAI Cabang Sumatera Selatan (termasuk Lampung dan Bengkulu) dan IDAI Cabang Sumatera Barat (termasuk Jambi dan Riau). IDAI Cabang Sumatera Selatan diketuai oleh Dr. Rusdi Ismail, sedangkan Ketua IDAI Cabang Sumatera Barat adalah Dr. Sjamsir Daili. Pada tahun 1987, IDAI Cabang Bali dibentuk dengan memisahkan diri dari IDAI Cabang Jawa Timur yang diketuai oleh Dr. Sudaryat Suraatmadja. IDAI Cabang D.I. Aceh diresmikan pada KONIKA X (1996) di Bukittinggi, dengan ketua pertama Dr. Roestini Yusuf. Pada KONIKA XII di Bali, diresmikan juga 4 IDAI cabang yaitu IDAI Cabang Riau dengan ketua Dr. Zaimi Zet, IDAI Cabang Lampung dengan ketua Dr. Ruskandi M., IDAI Cabang Banten dengan ketuanya Dr. Syartil Arfan NZ, dan IDAI Cabang Kalimantan Selatan dengan ketuanya Dr. Ari Yunanto. IDAI Cabang D.I. Aceh berganti nama menjadi IDAI Cabang Nangroe Aceh Darussalam.
Unit Kerja Koordinasi
Unit Kerja Koordinasi adalah badan khusus IDAI untuk membina dan mengembangkan subspesialisasi ilmu kesehatan anak, memberikan saran dan petunjuk kepada pengurus pusat dalam kegiatan ilmiah sesuai bidangnya, serta berperan sebagai nara sumber dalam pertemuan ilmiah nasional, regional, maupun internasional.
Sebelum ada UKK, beberapa cabang ilmu kesehatan anak membentuk pelbagai badan kerjasama, antara lain Badan Kerjasama Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI), Badan Kerjasama Neonatologi Indonesia (BKNI), Badan Kerjasama Nefrologi Anak Indonesia (BKNAI), dan Badan Kerjasama Pulmonologi Anak Indonesia (BKPAI). Pimpinan dan para penasehat IDAI waktu itu mengkhawatirkan perkembangan tersebut justru akan melemahkan IDAI dan mengganggu jalannya pelbagai program IDAI.
Untuk itu pada KONIKA-IV 1978 di Yogyakarta disepakati agar setiap subdisiplin dalam ilmu kesehatan anak, membentuk wadah di dalam IDAI yang disebut sebagai Unit Kerja Koordinasi (UKK). Badan kerjasama kemudian dibubarkan dan diubah menjadi UKK, kecuali BKGAI yang bersifat multidisipliner. Keputusan ini terbukti sangat tepat, sehingga sampai sekarang ini perkembangan subdisiplin ilmu kesehatan anak tetap kukuh bersatu tidak terpecah belah.
Selanjutnya pada KONIKA-IV (Yogyakarta 1978) disahkan berdirinya UKK Gastroenterologi, UKK Neonatologi, UKK Pediatri Sosial, UKK Pulmonologi, dan UKK Nefrologi. Pada KONIKA V (Medan 1981) disahkan UKK Neurologi, UKK Hematologi, UKK Gizi dan UKK Kardiologi. Pada KONIKA VI (Denpasar 1984) disahkan UKK Pediatri Gawat Darurat, UKK Infeksi dan Penyakit Tropis, sedangkan dalam KONIKA VII (Jakarta 1987) tidak ada pembentukan UKK baru. Pada KONIKA VIII (Ujungpandang 1990) disahkan berdirinya UKK Endokrinologi, UKK Pencitraan, dan UKK Alergi Imunologi.
Selama periode 1987 – 1990 kegiatan UKK difokuskan untuk penyempurnaan katalog Pendidikan Dokter Spesialis Anak 1978 dan pelaksanaan penelitian multisenter. Selain itu beberapa UKK telah pula membuat kurikulum dokter spesialis anak konsultan dan sekolah dokter spesialis anak konsultan yang dianggap sebagai jenjang tertinggi dalam profesi Ilmu Kesehatan Anak, yang mulai dikembangkan di dalam Rapat Kerja IDAI 1982 di Bukittinggi.
Sampai tahun 1997 Pengurus Pusat IDAI mempunyai 14 UKK yaitu: Gastrohepatologi, Neonatologi, Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial, Pulmonologi, Nefrologi, Neurologi, Hematologi, Gizi, Kardiologi, Pediatri Gawat Darurat, Infeksi & Penyakit Tropis, Endokrinologi, Pencitraan dan Alergi Imunologi.
Pada Rapat Kerja IDAI tanggal 17-20 Oktober 2002 di Hotel Shangrila Jakarta, telah ditetapkan perubahan nama UKK Hematologimenjadi UKK Hematologi Onkologi dan UKK Gizi menjadi UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik.
Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA)
KONIKA adalah badan legislatif tertinggi di dalam organisasi IDAI, karena merupakan forum musyawarah utusan IDAI cabang, Pengurus Pusat IDAI beserta semua jajarannya, dan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak. Sidang KONIKA terdiri dari sidang organisasi dan sidang ilmiah. KONIKA diadakan sekali dalam 3 tahun, tetapi dalam keadaan mendesak, KONIKA dapat diselenggarakan atas usul Pengurus Pusat IDAI, Pengurus Nasional Kolegium Ilmu Kesehatan Anak, atau salah satu IDAI Cabang dengan persetujuan dari sekurang-kurangnya duapertiga jumlah IDAI Cabang dan Pengurus Nasional Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia.
Sidang organisasi KONIKA dilakukan untuk menyempurnakan AD/ART dan GBHO, menilai pertanggungan jawab Pengurus Pusat IDAI dan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia, memilih Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI dan Ketua Kolegium Ilmu Kesehatan Anak, menilai dan menetapkan IDAI Cabang baru, menetapkan keanggotaan, menentukan tempat KONIKA berikut, menetapkan uang pangkal, iuran langganan Pediatrica Indonesiana, dan ketentuan yang berhubungan dengan profesi, serta membahas dan merumuskan masalah ilmiah kesehatan anak dengan memperhatikan GBHO.
KONIKA I diselenggarakan pada tanggal 12 – 15 April 1968 di Semarang, KONIKA II di Bandung (21-25 April 1971), sedangkan KONIKA III di Surabaya pada tanggal 1-6 Juli 1974. KONIKA IV dengan tema “Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Dalam Masyarakat” diselenggarakan di Yogyakarta (21-25 Mei 1978), KONIKA V diselenggarakan di Medan, dengan tema ”Tumbuh Kembang Sempurna Masa Depan Cemerlang” (14-18 Juni 1981), dan KONIKA VI di Denpasar (6-19 Juli 1984) dengan tema “Kesehatan Anak Masa Kini Menjamin Kesejahteraan Bangsa Masa Depan”. KONIKA VII diselenggarakan di Jakarta (11-15 September 1987) dengan tema “Memantapkan Kesehatan Anak Mempersiapkan Era Tinggal Landas”. KONIKA VIII di Ujung Padang (11-14 September 1990) dengan tema “Meningkatkan Kualitas Anak Menunjang Pembangunan Bangsa”. KONIKA IX Semarang (13-16 Juni 1993) dengan tema “Memantapkan Kualitas Perlindungan Anak Menunjang Pembangunan Nasional JangkaPanjang II”, KONIKA X di Bukittinggi (16-20 Juni 1996) dengan tema “Meningkatkan Profesionalisme IDAI untuk Mewujudkan Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas”, sedangkan KONIKA XI diselenggarakan di Jakarta tanggal 4-7 Juli 1999 dengan tema “Mempersiapkan dan Mengantar Anak Indonesia Memasuki Abad 21”. KONIKA XII diselenggarakan di Nusa Dua, Bali pada tanggal 30 Juni – 4 Juli 2002 dengan tema “Improving professionalism in health science and technology for implementation of the child right and protection in Indonesia”, bersamaan dengan kongres 11th ASEAN Pediatric Federation Conference (APFC) dengan tema “Improving adolescent health for future human resources”.
Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia
Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia adalah badan eksekutif IDAI yang bertugas untuk mengemban tujuan IDAI dalam bidang pendidikan. Cikal bakal Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia dimulai pada saat KONIKA III di Surabaya (1974) dengan nama Dewan Penilai Keahlian (DPK), diketuai oleh Prof. Kwari Satjadibrata (1974-1978) dan sekretaris Dr. IGN. Gde Ranuh. Dalam KONIKA IV 1978 di Yogyakarta, DPK berganti nama menjadi MPKK (Majelis Pembina dan Penilai Keahlian) dengan ketua Dr. IGN. Ranuh (1978 –1984). Pada tahun 1981 MPPK diubah menjadi MPPKKA (Majelis Pembina dan Penilai Keahlian Kesehatan Anak) dengan ketua pengurus harian Prof.DR. Iskandar Wahidiyat (1984-1990) dan sejak tahun 1990 MPPKKA diubah menjadi MPPDS (Majelis Pembina dan Penilai Dokter Spesialis ) dengan ketua Prof. Sofyan Ismael (1993-1999).
Nama dan organisasi MPPDS resmi diubah (ditransformasi) menjadi Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia pada KONIKA-XI, 1999 di Jakarta dengan ketuanya Dr. Asril Aminullah. Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia terdiri dari Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Negeri, Ketua Program Studi Pusat Pendidikan Dokter Spesialis Anak (PPDSA), wakil guru besar, dan 4-5 orang dokter spesialis anak konsultan pakar pendidikan yang ditunjuk oleh ketua Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia. Ketua Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia dikukuhkan oleh Sidang Organisasi Kongres Ilmu Kesehatan Anak.
Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia berperan aktif dalam menyusun, menetapkan, menilai, dan menyempurnakan kurikulum, danpersyaratan dasar pengembangan pendidikan serta mengevaluasi pendidikan dokter spesialis I dan II Ilmu Kesehatan Anak (IKA) di tingkat nasional. Selain itu Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar PPDSA dapat diakui atas dasar penilaian Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia. Kolegium juga menetapkan persyaratan penilaian keahlian melalui komite penguji nasional, pengakuan dan penerimaan lulusan pendidikan dokter spesialis I dan II Ilmu Kesehatan Anak, menilai program adaptasi dokter spesialis anak lulusan luar negeri, administrasi ijazah untuk didaftarkan pada Majelis Dokter Spesialis IDI, serta menilai dan membina kemampuan serta pengamalan anggota IDAI dalam hal keahlian ilmu kesehatan anak.
Kurikulum pendidikan dokter spesialis anak pertama kali disusun dan diresmikan pada tahun 1976, kemudian disempurnakan pada tahun 1978 dan 1990. Selain kurikulum, MPPDS juga telah mengeluarkan beberapa hasil karya antara lain, Buku 60 tahun Pendidikan Dokter Spesialis Anak Indonesia, buku panduan (petunjuk pelaksanaan kurikulum 1990), buku ajar dokter spesialis anak, prosedur baku pelayanan Ilmu Kesehatan Anak, Pusat Pendidikan Dokter Spesialis Anak Konsultan, pendidikan kedokteran berkelanjutan, kriteria pengakuan dan jalur pengukuhan dokter spesialis anak dan dokter spesialis anak konsultan, evaluasi nasional, badan penguji nasional dan komisi penguji nasional dan pengembangan Pusat Unggulan. Susunan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia terdiri dari:
Badan Penerbit IDAI adalah badan khusus yang bertugas melaksanakan semua penerbitan IDAI, bersama Kolegium Ilmu Kesehatan Anak dan IDAI Cabang memotivasi dan membantu anggota IDAI untuk meningkatkan penulisan ilmiah, serta mengadakan kerjasama, tukar menukar majalah dengan penerbitan dalam dan luar negeri.
Penerbitan di kalangan IDAI dimulai tahun 1960 berjudul Berita Anak, dengan redaktur Prof. Te Bek Siang dibantu Dr. Samsudin, yang sempat terbit 3 kali. Sejak tahun 1961 terbit jurnal Ilmu Kesehatan Anak, Paediatrica Indonesiana yang berbahasa Inggris, dengan pemimpin redaksi Prof. Sutedjo sampai tahun 1975, yang terbit 6 kali setahun sampai sekarang.
Sejak KONIKA III 1974 di Surabaya, dibentuk Majelis Majalah (diketuai Dr. Samsudin) yang membawahi penerbitan di dalam IDAI (termasuk Paediatrica Indonesiana) dan sejak KONIKA VIII 1990 (di Ujung Pandang), Majelis Majalah diubah menjadi Badan Penerbit IDAI sampai sekarang.
Buletin IDAI terbit sejak 1978, sebagai media komunikasi dan informasi antar anggota IDAI yang berisi berita organisasi, tentang anggota, artikel ilmiah ringan dan artikel lain yang berhubungan dengan IDAI dan kesehatan anak. Pemimpin redaksi antara lain Dr. Sofyan Ismael, DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo, Dr. Sudigdo Sastroasmoro, Dr. Agus Harianto, dan Dr. Hartono Gunardi.
Sejak Januari 1994, selain Paediatrica Indonesiana diterbitkan pula Sari Pediatri yang berbahasa Indonesia, terbit 4 kali setahun, untuk menyebarluaskan teori, konsep, serta kemajuan di bidang pediatri kepada dokter spesialis anak dan dokter umum di seluruh Indonesia.
Logo dan Himne
Logo IDAI disahkan dalam KONIKA VII di Jakarta pada tahun 1987. Gambar utama logo berupa kuncup bunga yang sedang mekar berwarna hijau, yang melambangkan kesuburan dan harapan agar anak dapat bertumbuh serta berkembang dengan baik. Gambar kedua adalah gambar ular yang melilit tongkat dengan dasar yang berwarna kuning, lambang kemuliaan, yang mencerminkan ilmu dan teknologi kedokteran sebagai salah satu unsur utama ilmu kesehatan anak. Untaian kata Ikatan Dokter Anak Indonesia, yakni nama organisasi yang merupakan wadah tunggal bagi dokter spesialis anak di Indonesia. Bersamaan dengan peresmian logo tersebut, diresmikan pula himne IDAI ciptaan N. Simanungkalit
Penghargaan IDAI
IDAI memberikan 5 jenis penghargaan kepada dokter spesialis anakyang berprestasi dalam bidang kesehatan anak. Penghargaan R. Sutedjo diberikan kepada anggota IDAI yang prestasi kemasyarakatannya menonjol dalam bidang kesehatan anak. Penghargaan R. Kwari Satjadibrata untuk anggota IDAI yang prestasi keilmuannya menonjol. Penghargaan A.H. Markum untuk anggota IDAI yang penulisan ilmiahnya mencapai prestasi tinggi. Penghargaan Mas Hidayat untuk lembaga atau perorangan bukan dokter spesialis anak yang berprestasi/berjasa dalam kesehatan anak, sedangkan penghargaan kehormatan IDAI diberikan kepada anggota IDAI yang telah berjasa mengembangkan organisasi IDAI.
Selanjutnya ketua IDAI adalah
- Prof. Sutedjo I (1968 – 1974),
- Prof. R.O. Odang (1974 –1977) ,
- Dr. A.H. Markum (1978 – 1981),
- Dr. Sofyan Ismael (1981 – 1984),
- Dr. Sumarmo Poorwo Soedarmo (1984 – 1987),
- Prof. Dr. A.H. Markum (1987 - 1989),
- Dr. Asril Aminullah (1989 – 1990, karena Prof. A.H. Markum wafat 1989),
- Dr. M. Hardjono Abdoerrachman (1990 – 1993),
- Dr, Asril Aminullah (1993 – 1996),
- Dr. Noenoeng Rahajoe (1996 – 1999),
- Dr. Jose Rizal Latif Batubara (1999-2002)
- Dr. Hardiono D. Pusponegoro (2002-2005) dan
- Dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A(K),FACC,FESC (2005-2008)
IDAI berazaskan Pancasila, bertujuan ikut serta meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan anak, mengembangkan ilmu kesehatan anak, dan meningkatkan kesejahteraan anggota. Untuk mencapai tujuannya IDAI membantu pemerintah dalam membina dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan anak, berpartisipasi aktif dalam penelitian kesehatan anak dan kesejahteraan anak, memberikan pengarahan, pembinaan, dan melaksanakan pendidikan ilmu kesehatan anak, meningkatkan kemampuan profesi dokter spesialis anak, menjalin kerjasama dengan organisasi dokter spesialis anak regional dan internasional, organisasi kesehatan dan kesejahteraan anak lain, di samping mempersatukan, memperjuangkan dan memelihara kepentingan/ kedudukan dokter spesialis anak Indonesia.
Masa bakti Pengurus Pusat IDAI adalah selama 3 tahun, dengan sekretariat berkedudukan di ibukota Republik Indonesia. Anggota IDAI berkewajiban menjunjung tinggi dan mengamalkan sumpah dokter danKode Etik Kedokteran Indonesia, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IDAI, peraturan dan keputusan IDAI. Sampai KONIKA XII tahun 2002 di Nusa Dua, Bali, jumlah anggota IDAI yang terdaftar resmi sebanyak 1388 orang.
IDAI Cabang
Pada KONIKA X 1996 di Bukittinggi, tercatat IDAI mempunyai 1008 orang anggota yang tersebar di 12 IDAI cabang dengan masing-masing anggota yang terdaftar yaitu:
- IDAI Cabang D.I. Aceh 12 orang,
- IDAI Cabang Sumatera Utara 90 orang,
- IDAI Cabang Sumatara Barat 39 orang,
- IDAI Cabang Sumatera Selatan 37 orang,
- IDAI Cabang Jawa Barat 128 orang,
- IDAI Cabang DKI Jakarta 305 orang,
- IDAI Cabang Jawa Tengah 115 orang,
- IDAI Cabang D.I. Yogyakarta 36 orang,
- IDAI Cabang Jawa Timur 155 orang,
- IDAI Cabang Bali 26 orang,
- IDAI Cabang Sulawesi Selatan 40 orang, dan
- IDAI Cabang Sulawesi Utara 25 orang.
IDAI cabang dapat dibentuk di propinsi yang sedikitnya mempunyai sepuluh anggota tetapi pada setiap propinsi hanya boleh dibentuk satu IDAI cabang. IDAI cabang mulai dibentuk pada tahun 1971 di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ketua IDAI Cabang Jakarta yang pertama adalah Dr. L.A. Tamaela. Ketua pertama IDAI Cabang JawaTengah adalah Dr. Moeljono S. Trastotenojo, dan IDAI Cabang Jawa Timur dengan ketua yang pertama Prof. Kwari Satjadibrata.
Di luar Jawa, IDAI cabang yang pertama terbentuk adalah IDAI Cabang Sumatera (1972) yang berpusat di Medan, dengan ketua Dr. Sjarikat Tarigan. Selanjutnya pada tahun 1974 dibentuk IDAI Cabang Jawa Barat dan IDAI Cabang D.I. Yogyakarta. Sebagai Ketua IDAI Cabang Jawa Barat adalah Prof. Sugiri dan IDAI Cabang D.I. Yogyakarta diketuai oleh Dr. Ismangoen.
Untuk mempermudah koordinasi anggotanya, pada tahun 1978 IDAI Cabang Sumatera dibagi menjadi IDAI Cabang Sumatera Selatan dan Tengah (Sumselteng) serta IDAI Cabang Sumatera Utara. IDAI Cabang Sumselteng diketuai oleh Prof. Goepito, sedangkan IDAI Cabang Sumatera Utara tetap diketuai oleh Dr. Syarikat Tarigan.
Pada tahun 1979 dibentuk IDAI Cabang Sulawesi Selatan dengan ketua Dr. M. Farid, sedangkan IDAI Cabang Sulawesi Utara diresmikan pada tahun 1981 dengan Ketua Dr. J.M. Wantania.
Pada tahun 1984 IDAI Cabang Sumselteng dipisah menjadi IDAI Cabang Sumatera Selatan (termasuk Lampung dan Bengkulu) dan IDAI Cabang Sumatera Barat (termasuk Jambi dan Riau). IDAI Cabang Sumatera Selatan diketuai oleh Dr. Rusdi Ismail, sedangkan Ketua IDAI Cabang Sumatera Barat adalah Dr. Sjamsir Daili. Pada tahun 1987, IDAI Cabang Bali dibentuk dengan memisahkan diri dari IDAI Cabang Jawa Timur yang diketuai oleh Dr. Sudaryat Suraatmadja. IDAI Cabang D.I. Aceh diresmikan pada KONIKA X (1996) di Bukittinggi, dengan ketua pertama Dr. Roestini Yusuf. Pada KONIKA XII di Bali, diresmikan juga 4 IDAI cabang yaitu IDAI Cabang Riau dengan ketua Dr. Zaimi Zet, IDAI Cabang Lampung dengan ketua Dr. Ruskandi M., IDAI Cabang Banten dengan ketuanya Dr. Syartil Arfan NZ, dan IDAI Cabang Kalimantan Selatan dengan ketuanya Dr. Ari Yunanto. IDAI Cabang D.I. Aceh berganti nama menjadi IDAI Cabang Nangroe Aceh Darussalam.
Unit Kerja Koordinasi
Unit Kerja Koordinasi adalah badan khusus IDAI untuk membina dan mengembangkan subspesialisasi ilmu kesehatan anak, memberikan saran dan petunjuk kepada pengurus pusat dalam kegiatan ilmiah sesuai bidangnya, serta berperan sebagai nara sumber dalam pertemuan ilmiah nasional, regional, maupun internasional.
Sebelum ada UKK, beberapa cabang ilmu kesehatan anak membentuk pelbagai badan kerjasama, antara lain Badan Kerjasama Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI), Badan Kerjasama Neonatologi Indonesia (BKNI), Badan Kerjasama Nefrologi Anak Indonesia (BKNAI), dan Badan Kerjasama Pulmonologi Anak Indonesia (BKPAI). Pimpinan dan para penasehat IDAI waktu itu mengkhawatirkan perkembangan tersebut justru akan melemahkan IDAI dan mengganggu jalannya pelbagai program IDAI.
Untuk itu pada KONIKA-IV 1978 di Yogyakarta disepakati agar setiap subdisiplin dalam ilmu kesehatan anak, membentuk wadah di dalam IDAI yang disebut sebagai Unit Kerja Koordinasi (UKK). Badan kerjasama kemudian dibubarkan dan diubah menjadi UKK, kecuali BKGAI yang bersifat multidisipliner. Keputusan ini terbukti sangat tepat, sehingga sampai sekarang ini perkembangan subdisiplin ilmu kesehatan anak tetap kukuh bersatu tidak terpecah belah.
Selanjutnya pada KONIKA-IV (Yogyakarta 1978) disahkan berdirinya UKK Gastroenterologi, UKK Neonatologi, UKK Pediatri Sosial, UKK Pulmonologi, dan UKK Nefrologi. Pada KONIKA V (Medan 1981) disahkan UKK Neurologi, UKK Hematologi, UKK Gizi dan UKK Kardiologi. Pada KONIKA VI (Denpasar 1984) disahkan UKK Pediatri Gawat Darurat, UKK Infeksi dan Penyakit Tropis, sedangkan dalam KONIKA VII (Jakarta 1987) tidak ada pembentukan UKK baru. Pada KONIKA VIII (Ujungpandang 1990) disahkan berdirinya UKK Endokrinologi, UKK Pencitraan, dan UKK Alergi Imunologi.
Selama periode 1987 – 1990 kegiatan UKK difokuskan untuk penyempurnaan katalog Pendidikan Dokter Spesialis Anak 1978 dan pelaksanaan penelitian multisenter. Selain itu beberapa UKK telah pula membuat kurikulum dokter spesialis anak konsultan dan sekolah dokter spesialis anak konsultan yang dianggap sebagai jenjang tertinggi dalam profesi Ilmu Kesehatan Anak, yang mulai dikembangkan di dalam Rapat Kerja IDAI 1982 di Bukittinggi.
Sampai tahun 1997 Pengurus Pusat IDAI mempunyai 14 UKK yaitu: Gastrohepatologi, Neonatologi, Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial, Pulmonologi, Nefrologi, Neurologi, Hematologi, Gizi, Kardiologi, Pediatri Gawat Darurat, Infeksi & Penyakit Tropis, Endokrinologi, Pencitraan dan Alergi Imunologi.
Pada Rapat Kerja IDAI tanggal 17-20 Oktober 2002 di Hotel Shangrila Jakarta, telah ditetapkan perubahan nama UKK Hematologimenjadi UKK Hematologi Onkologi dan UKK Gizi menjadi UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik.
Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA)
KONIKA adalah badan legislatif tertinggi di dalam organisasi IDAI, karena merupakan forum musyawarah utusan IDAI cabang, Pengurus Pusat IDAI beserta semua jajarannya, dan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak. Sidang KONIKA terdiri dari sidang organisasi dan sidang ilmiah. KONIKA diadakan sekali dalam 3 tahun, tetapi dalam keadaan mendesak, KONIKA dapat diselenggarakan atas usul Pengurus Pusat IDAI, Pengurus Nasional Kolegium Ilmu Kesehatan Anak, atau salah satu IDAI Cabang dengan persetujuan dari sekurang-kurangnya duapertiga jumlah IDAI Cabang dan Pengurus Nasional Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia.
Sidang organisasi KONIKA dilakukan untuk menyempurnakan AD/ART dan GBHO, menilai pertanggungan jawab Pengurus Pusat IDAI dan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia, memilih Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI dan Ketua Kolegium Ilmu Kesehatan Anak, menilai dan menetapkan IDAI Cabang baru, menetapkan keanggotaan, menentukan tempat KONIKA berikut, menetapkan uang pangkal, iuran langganan Pediatrica Indonesiana, dan ketentuan yang berhubungan dengan profesi, serta membahas dan merumuskan masalah ilmiah kesehatan anak dengan memperhatikan GBHO.
KONIKA I diselenggarakan pada tanggal 12 – 15 April 1968 di Semarang, KONIKA II di Bandung (21-25 April 1971), sedangkan KONIKA III di Surabaya pada tanggal 1-6 Juli 1974. KONIKA IV dengan tema “Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Dalam Masyarakat” diselenggarakan di Yogyakarta (21-25 Mei 1978), KONIKA V diselenggarakan di Medan, dengan tema ”Tumbuh Kembang Sempurna Masa Depan Cemerlang” (14-18 Juni 1981), dan KONIKA VI di Denpasar (6-19 Juli 1984) dengan tema “Kesehatan Anak Masa Kini Menjamin Kesejahteraan Bangsa Masa Depan”. KONIKA VII diselenggarakan di Jakarta (11-15 September 1987) dengan tema “Memantapkan Kesehatan Anak Mempersiapkan Era Tinggal Landas”. KONIKA VIII di Ujung Padang (11-14 September 1990) dengan tema “Meningkatkan Kualitas Anak Menunjang Pembangunan Bangsa”. KONIKA IX Semarang (13-16 Juni 1993) dengan tema “Memantapkan Kualitas Perlindungan Anak Menunjang Pembangunan Nasional JangkaPanjang II”, KONIKA X di Bukittinggi (16-20 Juni 1996) dengan tema “Meningkatkan Profesionalisme IDAI untuk Mewujudkan Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas”, sedangkan KONIKA XI diselenggarakan di Jakarta tanggal 4-7 Juli 1999 dengan tema “Mempersiapkan dan Mengantar Anak Indonesia Memasuki Abad 21”. KONIKA XII diselenggarakan di Nusa Dua, Bali pada tanggal 30 Juni – 4 Juli 2002 dengan tema “Improving professionalism in health science and technology for implementation of the child right and protection in Indonesia”, bersamaan dengan kongres 11th ASEAN Pediatric Federation Conference (APFC) dengan tema “Improving adolescent health for future human resources”.
Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia
Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia adalah badan eksekutif IDAI yang bertugas untuk mengemban tujuan IDAI dalam bidang pendidikan. Cikal bakal Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia dimulai pada saat KONIKA III di Surabaya (1974) dengan nama Dewan Penilai Keahlian (DPK), diketuai oleh Prof. Kwari Satjadibrata (1974-1978) dan sekretaris Dr. IGN. Gde Ranuh. Dalam KONIKA IV 1978 di Yogyakarta, DPK berganti nama menjadi MPKK (Majelis Pembina dan Penilai Keahlian) dengan ketua Dr. IGN. Ranuh (1978 –1984). Pada tahun 1981 MPPK diubah menjadi MPPKKA (Majelis Pembina dan Penilai Keahlian Kesehatan Anak) dengan ketua pengurus harian Prof.DR. Iskandar Wahidiyat (1984-1990) dan sejak tahun 1990 MPPKKA diubah menjadi MPPDS (Majelis Pembina dan Penilai Dokter Spesialis ) dengan ketua Prof. Sofyan Ismael (1993-1999).
Nama dan organisasi MPPDS resmi diubah (ditransformasi) menjadi Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia pada KONIKA-XI, 1999 di Jakarta dengan ketuanya Dr. Asril Aminullah. Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia terdiri dari Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Negeri, Ketua Program Studi Pusat Pendidikan Dokter Spesialis Anak (PPDSA), wakil guru besar, dan 4-5 orang dokter spesialis anak konsultan pakar pendidikan yang ditunjuk oleh ketua Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia. Ketua Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia dikukuhkan oleh Sidang Organisasi Kongres Ilmu Kesehatan Anak.
Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia berperan aktif dalam menyusun, menetapkan, menilai, dan menyempurnakan kurikulum, danpersyaratan dasar pengembangan pendidikan serta mengevaluasi pendidikan dokter spesialis I dan II Ilmu Kesehatan Anak (IKA) di tingkat nasional. Selain itu Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar PPDSA dapat diakui atas dasar penilaian Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia. Kolegium juga menetapkan persyaratan penilaian keahlian melalui komite penguji nasional, pengakuan dan penerimaan lulusan pendidikan dokter spesialis I dan II Ilmu Kesehatan Anak, menilai program adaptasi dokter spesialis anak lulusan luar negeri, administrasi ijazah untuk didaftarkan pada Majelis Dokter Spesialis IDI, serta menilai dan membina kemampuan serta pengamalan anggota IDAI dalam hal keahlian ilmu kesehatan anak.
Kurikulum pendidikan dokter spesialis anak pertama kali disusun dan diresmikan pada tahun 1976, kemudian disempurnakan pada tahun 1978 dan 1990. Selain kurikulum, MPPDS juga telah mengeluarkan beberapa hasil karya antara lain, Buku 60 tahun Pendidikan Dokter Spesialis Anak Indonesia, buku panduan (petunjuk pelaksanaan kurikulum 1990), buku ajar dokter spesialis anak, prosedur baku pelayanan Ilmu Kesehatan Anak, Pusat Pendidikan Dokter Spesialis Anak Konsultan, pendidikan kedokteran berkelanjutan, kriteria pengakuan dan jalur pengukuhan dokter spesialis anak dan dokter spesialis anak konsultan, evaluasi nasional, badan penguji nasional dan komisi penguji nasional dan pengembangan Pusat Unggulan. Susunan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia terdiri dari:
- Sidang Pleno Kolegium Ilmu Kesehatan Anak
- Pengurus Nasional Kolegium Ilmu Kesehatan Anak
- Pengurus Harian Kolegium Ilmu Kesehatan Anak
- Komite-komite sebagai badan pelengkap Kolegium Ilmu Kesehatan Anak terdiri dari,
a. Komite Kurikulum
b. Komite Pengembangan dan Akreditasi
c. Komite Evaluasi
Badan Penerbit IDAI adalah badan khusus yang bertugas melaksanakan semua penerbitan IDAI, bersama Kolegium Ilmu Kesehatan Anak dan IDAI Cabang memotivasi dan membantu anggota IDAI untuk meningkatkan penulisan ilmiah, serta mengadakan kerjasama, tukar menukar majalah dengan penerbitan dalam dan luar negeri.
Penerbitan di kalangan IDAI dimulai tahun 1960 berjudul Berita Anak, dengan redaktur Prof. Te Bek Siang dibantu Dr. Samsudin, yang sempat terbit 3 kali. Sejak tahun 1961 terbit jurnal Ilmu Kesehatan Anak, Paediatrica Indonesiana yang berbahasa Inggris, dengan pemimpin redaksi Prof. Sutedjo sampai tahun 1975, yang terbit 6 kali setahun sampai sekarang.
Sejak KONIKA III 1974 di Surabaya, dibentuk Majelis Majalah (diketuai Dr. Samsudin) yang membawahi penerbitan di dalam IDAI (termasuk Paediatrica Indonesiana) dan sejak KONIKA VIII 1990 (di Ujung Pandang), Majelis Majalah diubah menjadi Badan Penerbit IDAI sampai sekarang.
Buletin IDAI terbit sejak 1978, sebagai media komunikasi dan informasi antar anggota IDAI yang berisi berita organisasi, tentang anggota, artikel ilmiah ringan dan artikel lain yang berhubungan dengan IDAI dan kesehatan anak. Pemimpin redaksi antara lain Dr. Sofyan Ismael, DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo, Dr. Sudigdo Sastroasmoro, Dr. Agus Harianto, dan Dr. Hartono Gunardi.
Sejak Januari 1994, selain Paediatrica Indonesiana diterbitkan pula Sari Pediatri yang berbahasa Indonesia, terbit 4 kali setahun, untuk menyebarluaskan teori, konsep, serta kemajuan di bidang pediatri kepada dokter spesialis anak dan dokter umum di seluruh Indonesia.
Logo dan Himne
Logo IDAI disahkan dalam KONIKA VII di Jakarta pada tahun 1987. Gambar utama logo berupa kuncup bunga yang sedang mekar berwarna hijau, yang melambangkan kesuburan dan harapan agar anak dapat bertumbuh serta berkembang dengan baik. Gambar kedua adalah gambar ular yang melilit tongkat dengan dasar yang berwarna kuning, lambang kemuliaan, yang mencerminkan ilmu dan teknologi kedokteran sebagai salah satu unsur utama ilmu kesehatan anak. Untaian kata Ikatan Dokter Anak Indonesia, yakni nama organisasi yang merupakan wadah tunggal bagi dokter spesialis anak di Indonesia. Bersamaan dengan peresmian logo tersebut, diresmikan pula himne IDAI ciptaan N. Simanungkalit
Penghargaan IDAI
IDAI memberikan 5 jenis penghargaan kepada dokter spesialis anakyang berprestasi dalam bidang kesehatan anak. Penghargaan R. Sutedjo diberikan kepada anggota IDAI yang prestasi kemasyarakatannya menonjol dalam bidang kesehatan anak. Penghargaan R. Kwari Satjadibrata untuk anggota IDAI yang prestasi keilmuannya menonjol. Penghargaan A.H. Markum untuk anggota IDAI yang penulisan ilmiahnya mencapai prestasi tinggi. Penghargaan Mas Hidayat untuk lembaga atau perorangan bukan dokter spesialis anak yang berprestasi/berjasa dalam kesehatan anak, sedangkan penghargaan kehormatan IDAI diberikan kepada anggota IDAI yang telah berjasa mengembangkan organisasi IDAI.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas komentar anda pada BLOG milik aku